Monday, 12 December 2022

Liburan Cara Aku ke Perkampungan Adat di Atas Awan Wae Rebo

KADANG kita rindu suasana damai, tenang dan sejuknya perkampungan. Apalagi buat kalian yang biasa tinggal di kota besar seperti Jakarta. Sesekali butuh liburan ke tempat yang nggak biasa dan berkesan. Cobalah liburan ke perkampungan adat di atas awan yang namanya mungkin udah nggak asing lagi. Apalagi suka nongol di beranda Instagram foto-fotonya. Ya, apalagi kalo bukan perkampungan adat di atas awan Wae Rebo.

Kalian pasti pernah denger perkampungan adat Wae Rebo ini. Jangankan terkenal di Indonesia, bahkan sudah mendunia lho! Sejak UNSECO menyatakan kalo perkampungan Wae Rebo sebagai Warisan Budaya Dunia pada Agustus 2012 dan berhasil menyisihkan 42 negara lain.
(Credit Photo: @fahmikhatami)

Buat kalian yang belum tau, kampung Adat Wae Rebo, ada di Desa Waerebi, Kecamatannya Satarmese, Kabupatennya Manggarai, ada di pulau Nusa Tenggara Timur (NTT). Penduduk dan masyarakatnya sangat ramah dan santun. Tak jarang kalian akan menjumpai mereka tersenyum dan melambaikan tangan ketika berpapasan di jalan.

Kenapa sih bisa disebut perkampungan adat di atas awan? Selain masih melestarikan adat istiadat warisan leluhur nenek moyang, juga letaknya yang tinggi 1.000 meter di atas permukaan laut (mdpl) dan dikelilingi oleh perbukitan yang masih sangat alami. Dengan ketinggian seperti itu, perkampungan adat Wae Rebo seringkali berkabut karena tertutup oleh awan. Jangan heran kemudian banyak orang yang menyebutnya dengan perkampungan adat di atas awan.

Kopi Khas Wae Rebo

Selain itu, perkampungan adat Wae Rebo juga terkenal akan kopinya lho! Uniknya, teknik dan cara pengolahan biji kopi masih mempertahankan cara-cara tradisional. Biji yang baru dipetik dari kebun langsung ditumbuk dengan alu dan lesung terbuat dari kayu untuk memisahkan antara biji dan kulit kopinya. Setelah ditumbuk, kemudian dijemur. Jika cuaca bagus, dua hari saja biji kopi sudah kering. Kemudian, biji kopi ditampi dengan nyiru. Peralatan rumah tangga yang terbuat dari anyaman bambu yang biasa digunakan untuk menampi beras disebu dengan nyiru. Setelah itu kopi disangrai dengan peralatan sedehana wajan dan kayu bakar di dapur dengan tingkat kematangan biji kopi dark roast. Kemudian ditumbuk kembali dengan alu dan lesung. Terakhir sebelum kopi diseduh, serbuk kopi hasil tumbukan alu di-ayak (saring) menggunakan saringan untuk mendapatkan gilingan kopi dengan kehalusan yang sama. Makanya, jangan sampe lupa jika kalian ke perkampungan adat Wae Rebo sempatkan diri untuk memetik kopi langsung dari kebunnya. Selama ini, bisa jadi ada yang belum pernah memetik biji kopi langsung dari kebunnya. For your information, buat kalian yang belum tau wangi kembang dari tanaman kopi itu identik seperti bunga melati. Dan tanaman kopi tersebar dan banyak di temui di sekitaran perkampungan adat Wae Rebo ini. So, nggak ada alasan buat kalian nggak bisa atau nggak sempet.

Adapun varian biji kopi dari perkampungan adat Wae Rebo ini ada tiga jenis: Pertama, kopi Arabica. Kedua, kopi Luwak dan ke-tiga kopi Kamboja. Kabarnya, kopi unggulan dari perkampungan adat Wae Rebo ini adalah kopi Kamboja. Sebagai penikmat dan pecinta kopi, ini itu liburan cara aku banget. Bayangkan! Kita bisa liburan sekaligus wisata kopi. Bila perlu bawa biji kopi dari sana untuk oleh-oleh di rumah.

Kerajinan Tangan Wae Rebo

Selain kopi ada juga kerajinan tangan warga perkampungan adat Wae Rebo. Seperti kerajinan tas anyaman, gelang anyaman, kain tenun dan aksesoris lain yang bisa kalian beli untuk dijadikan oleh-oleh di rumah. Kalian juga bisa melihat secara langsung bagaimana kerajinan-kerajinan tangan itu dibuat. Bisa juga belajar cara proses pembuatannya. Ini sih seru.

Di setiap rumah biasanya ada satu orang yang menenun. Umumnya yang menenun adalah ibu-ibu sebutannya mamak-mamak. Biasanya mereka belajar menenun mulai dari usia 14-15 tahun. Setiap daerah punya ciri khas dan filosofi tersendiri. Itu sebabnya, kain tenun di Indonesia punya banyak ragam dan motif. Untuk kain tenun perkampungan adat Wae Rebo sendiri memiliki motif Warna cerah dan terang yang menyerupai bunga memiliki warna yang mendominasi, seperti hijau terang, jingga terang, biru terang, kuning terang, dengan warna dasar hitam.
(Credit Photo Instagram @awkarin)

Lama pengerjaan satu kain diselesaikan dalam kurun waktu yang beragam. Untuk yang berukuran kecil biasanya diselesaikan dalam kurun waktu satu minggu. Sedangkan, untuk kain yang seperti sarung dan dapat digunakan sebagai bawahan, biasanya tiga hingga lima bulan pengerjaan.

Jadi, lama dari proses penenunan tergantung dari ukuran kain, semakin besar artinya proses penenunan semakin lama. Proses penenunan juga tergantung dari kegiatan mamak-mamak yang mengerjakan karena mereka tidak hanya beraktifitas menenun kain saja, tapi juga berkebun, menjemur kopi, jadi tidak menenun 24 jam.

Cara menjual hasil tenunan tersebut dijual di rumah yang dikhususkan sebagai tempat penjualan souvenir khas Desa Wae Rebo, seperti kain tenun tersebut. Jadi, kalau ada wisatawan yang tertarik untuk membeli bisa langsung ke rumah itu. Harga kain tenun juga tergantung dari ukuran kain. Untuk ukuran kain yang paling kecil seperti yang bisa digunakan sebagai ikat kepala biasanya dihargai mulai dari Rp 200 ribu dan yang besar seperti sarung itu mulai dari Rp 500 ribu.



Biasanya, untuk memudahkan rencana liburan aku selalu booking pesawat dan hotel pakai aplikasi Traveloka. Soalnya gampang, mudah, cepat dan nggak pake drama saat mau checkin hotel atau boarding di Bandara. Langsung sat-set pokoknya.

Untuk itu buatlah liburan versi kalian sendiri jangan ikut-ikutan. Kuncinya, selalu ikuti apa kata suara hati dan jalani hidup dengan caramu sendiri #LifeYourWay jangan ikut-ikutan orang lain. Semoga postingan ini bermanfaat. Akhir kata. Salam blogger! ● Dede Ariyanto

0 comments:

Social Media

Facebook Twitter Instagram YouTube Google+ e-Mail

Karya Buku





Viva Blog

Komunitas Blogger

Indoblognet
BloggerCrony Community


Komunitas ISB

Blogger Reporter Indonesia

Populer Post

Blog Archive

Labels

Arsip Blog